MAAF MASIH DALAM PENGEMBANGAN

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by NewBloggerThemes.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by NewBloggerThemes.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by NewBloggerThemes.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by NewBloggerThemes.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by NewBloggerThemes.com.

Senin, 01 Agustus 2022

Petrus Loman menang dalam sengketa tanah di Merdeka



Pengadilan Tinggi Kupang yang memeriksa dan mengadili perkara tanah di Desa Merdeka antara Petrus Loman melawan Kristoforus Sebastianus Sabon Wahon dkk telah mengeluarkan putusan sebagaimana termuat dalam aplikasi e_court tertanggal 29 Juli 2022.


Putusan  dengan Nomor 81/ PDT/2022/ PT Kupang akhirnya memenangkan Penggugat atas nama Petus Loman dkk.

Sebagai informasi sengketa tanah seluas 5.230 meter persegi tersebut bergulir di Pengadilan Negeri Lembata sejak tahun 2021 dimana dalam putusan Pengadilan Negeri Lembata sebelumnya Petrus Loman juga dinyatakan menang oleh majelis hakim.

Merasa tidak puas dengan putusan tersebut, Boby Wahon bersaudara melalui kuasa hukumnya Juprians Lamablawa, Emanuel Blida Wahon dan Rafael Amaraya mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Kupang namun majelis hakim Pengadilan Tinggi Kupang dalam putusan bandingnya akhirnya menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Lembata.

Terhadap putusan tersebut kuasa hukum Petrus Loman, Blasius Dogel Lejap, SH kepada media ini menyampaikan bahwa dengan adanya putusan tetsebut telah menunjukan bahwa obyek sengketa tersebut adalah milik dari Matias Sinu Puatudeq yang merupakan bapak dari Petrus Loman, dan penguasaan tanah yang selama ini dilakukan oleh Boby Wahon dan Iren Wahon sebagai ahli waris dari FX Wahon merupakan perbuatan melawan hukum.

Owner D & D Law Office yang beralamat di WKC tersebut menyampaikan bahwa apabila dalam waktun14 hari pihak tergugat tidak mengajukan kasasi maka putusan tersebut dinyatakan berkekuatan hukum tetap, dan apabila telah berkekuatan hukum tetap maka upaya hukum selanjutnya dari pihak penggugat adalah membuat laporan ke Polres Lembata karena adanya dugaan tindak pidana penyerobotan  tanah yang dilakukan oleh para tergugat mengingat obyek sengketa telah bersertifikat hak milik sejak tahun 2007.







Share:

Senin, 24 Januari 2022

Setubuhi Anak,  Opa di Ciduk Polisi.

Brigpol Herlita T. I Tallan saat memeriksa tersangka SS

Selasa 25 Januari 2022, Brigpol Herlita T. I Tallan Penyidik Pembantu Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Polres Lembata melakukan pemeriksaan terhadap SS ( 61 tahun) karena telah melakukan persetubuhan terhadap anak  YPP yang saat itu berusia 13 tahun.


Perbuatan Opa tersebut terjadi pada bulan November 2021 di rumah milik Kraeng Nillan, di Desa Laranwutun, Kabupaten Lembata. Opa dalam pengakuannya menerangkan telah melakukan persetubuhan dengan korban sebanyak 2 kali. 

Kepala Media ini Eni Tallan menyampaikan bahwa Opa di jerat dengan pasal 81 ayat 1 sub Pasal 81 ayat 2 UU No 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua atas UU No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak menjadi UU  jo Pasal 76 D UU RI No 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No 23 2002 Tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara.

Share:

Selasa, 02 November 2021

Uka Bakayo, Menang dalam Sengketa Tanah Waiara Ile Ape

 Blasius Boli Bakayo alias Uka Bakayo menang dalam perkara tanah yang terletak di Waiara, Desa Muruona Kabupaten Lembata.

Kepada media ini Blasius Dogel Lejap, SH, kuasa hukum Uka Bakayo menjelaskan bahwa sengketa tanah yang terdaftar dengan nomor Perkara 27/ PDT.G/2020/ PN Lbt tersebut digugat oleh Petrus Tena Saban melalui kuasa Hukumnya Yohanes D. Tukan, SH dan Alfonsius Hilarius Ase, S, H., M. Hum dari kantor pengacara YDT & Rekan yang beralamat di Maumere Kabupaten Sikka.

Lebih lanjut Blast D. Lejap SH, Advokat dari D & D Law Office menyebutkan bahwa dalam dalil gugatan Penggugat Petrus Tena Saban  menyebutkan obyek sengketa tersebut diperoleh melalui Ana Hibu anak dari Laba Holo pada tahun 1987 sementara dalam fakta persidangan terungkap bahwa bidang tanah obyek sengketa tersebut sebelum diserahkan oleh Ana Hibu kepada Petrus Tena Saban, tanah tersebut sudah terlebih dahulu diserahkan oleh ayah dari Ana Hibu bernama Laba Holo pada tahun 1960.

Berdasarkan fakta persidangan sebagaimana tersebut diatas maka majelis hakim yang pimpin oleh Triadi Agus Purwanto, SH., M.H dalam putusan menolak gugatan penggugat.

Perjuangan Tena Saban tidak sampai ditingkat pertama untuk mempertahankan obyek sengketa yang terdapat sumur bor tersebut, upaya hukum bandingpun telah dilayangkan ke Pengadilan Tinggi Kupang namun upaya Tena Saban harus kandas dengan putusan Pengadilan Tinggj Kupang No 156/ PDT/2021/PT KPG tertanggal 13 Oktober 2021 yang dalam amar putusannya menguatkan putusan Pengadilan Negeri Lembata Nomor 27/PDT.G / 2020/ PN Lbt tertanggal 12 Juli 2021.  

Menurut informasi yang dihimpun media ini, penggugat Petrus Tena Saban akan mengajukan upaya hukum kasasi untuk menguji putusan pengadilan Lembata tersebut dalam jangka waktu yang diberikan selama 14 hari mendatang.  Sementara Uka Bakayo saat dihubungi media ini menyebutkan bahwa upaya hukum yang dilakukan oleh Tena Saban merupakan haknya namun yang harus dipikirkan adalah kondisi ekonomi disaat  pandemi seperti ini seraya mengharapkan agar Tena Saban tidak mengajukan upaya hukum kasasi agar dapat segera mengolah tanah sengketa yang selama ini menjadi lahan tidur.

Share:

Selasa, 21 Agustus 2018

Pencuri Semakin Merajalela di Lembata. Ini Penyebabnya

Laporan Wartawan Pos Kupang.Com, Frans Krowin
POS KUPANG.COM, LEWOLEBA -- "Saat ini aksi pencurian semakin merajalela di Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur (NTT). Dalam 8 bulan terakhir sudah terjadi lebih dari 40 kasus pencurian di daerah ini. Kami sangat prihatin dengan kasus ini."
Demikian Kapolres Lembata, AKBP Janes Simamora melalui Kasat Reskrim, Iptu Yohanis Wila Mira, saat ditemui Pos Kupang.Com, Selasa (21/8/2018).
Dikatakannya, kasus itu didominasi oleh pencurian barang elektronik, uang dan perhiasan emas. Ada juga kasus lain seperti pencurian rokok dan barang -barang berharga lainnya.
Dari kasus-kasus tersebut, lanjut Yohanis, ada yang sudah divonis penjara, sehingga oknum pelaku sedang menjalani masa hukuman di Lapas (Lembaga Pemasyarakatan) Kelas III Lembata. Ada juga kasus lain, yang saat ini masih dalam proses pemeriksaan penyidik Polres Lembata.
Ada pun kasus pencurian yang sekarang ini sedang ditangani polisi, lanjut Yohanis, salah satunya kasus pencurian di Toko Prima Elektronik di Lamahora, Kelurahan Lewoleba Timur, pada Senin (20/8/2018) malam.
"Dalam kasus pencurian di toko elektronik itu, oknum pelakunya sudah ditetapkan sebagai tersangka. Dalam kasus ini pelakunya dijerat pasal 363 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 7 tahun penjara," ujarnya. (*)

Share:

Senin, 20 Agustus 2018

Pemkab LEMBATA Ingatkan Masyarakat DOLULOLONG : Jangan Mau Diprovokasi

WartaNTT.com, LEMBATA – Perseteruan panjang antara masyarakat Dolulolong (Penggugat) Vs Eliaser Yentji Sunur (Tergugat) atas dugaan pelaksanaan “proyek siluman PemKab Lembata” reklamasi Pantai Balauring dan pengerjaan jalan wisata lintas Lohu yang diklaim berada dalam wilayah ulayat Desa Dolulolong, Kecamatan Omesuri, serta klaim para Penggugat bahwa proyek tersebut adalah milik pribadi Eliaser Yentji Sunur, telah diputuskan Pengadilan Negeri Lembata, Senin (06/08/2018) melalui Majelis Hakim dengan amar putusan NietOntvankelijkeverklaard (NO) atau gugatantidak dapat diterima baik terhadap gugatan konvensi maupun rekonvensi para Penggugat, menerima Eksepsi tergugat, serta menolak Provisi para Penggugat untuk seluruhnya, termasuk pembebanan biaya perkara.
Menyadari bahwa putusan perkara tersebut menjadi perhatian dan polemik di kalangan masyarakat Kabupaten Lembata, Jumat (10/08/2018) Pemerintah Kabupaten Lembata gelar Konferensi Pers bertempat di Kuma Resort-Desa Waijarang, yang dihadiri belasan jurnalis media cetak, elektronik dan online guna memberikan pemahaman yang tepat dan benar kepada masyarakat atas duduk perkara tersebut.
Bupati Lembata, Eliaser Yentji Sunur, ST yang didampingi Kuasa Hukumnya, Blasius Dogel Ledjap, SH; serta Asisten Administrasi Pemerintahan dan Kesra,Drs. Fransiskus Emi LangodayKabag Hukum dan HAM SetdaYohanes Don Bosco, SH beserta beberapa pejabat eselon 2 lingkup Pemkab Lembata menyampaikan secara resmi keterangan Pemerintah Kabupaten Lembata terkait Perkara Perdata nomor :8/PDT.G/2018/PN-LBT tertanggal 22 Mei 2018 lalu.
 “Dengan penolakan provisi Penggugat untuk seluruhnya oleh Majelis Hakim maka Pemkab Lembata berpendapat bahwa segala tindakan yang secara tidak sah mengklaim objek sengketa sebagai hak ulayat serta upaya untuk menghentikan objek reklamasi merupakan tindakan melawan hukum”.
“Perlu dijelaskan kepada masyarakat bahwa Putusan NietOntvankelijkeverklaard  (NO) mengandung arti majelis hakim memandang  bahwa sebuah gugatan cacat secara formil”.
Dalil-dalil mengenai hak ulayat  merupakan pokok perkara yang tidak menjadi putusan majelis hakim.
Reklamasi pantai Balauring merupakan program Pemerintah dengan memperhatikan aspirasi masyarakat.
Pemda sedang mempelajari  perbuatan-perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu, baik dalam persidangan maupun diluar persidangan, yang mana perbuatan tersebut menyesatkan informasi, mengganggu kegiatan pemerintah serta meresahkan/memprovokasi masyarakat.
Untuk menjaga ketertiban dalam kehidupan bermasyarakat, Pemkab Lembata menghimbau agar pihak-pihak yang terkait dalam perkara tersebut serta masyarakat umumnya untuk tidakmelakukan tindakan sepihak yang tidak sah yang dapat menimbulkan polemik/konflik dalam masyarakat” imbuh Bupati Lembata.
Menjawab pertanyaan Wartawan, Bupati Lembata mengatakan “Pemerintahtentunya tidak akan membuat rakyatnya menderita, sehingga diharapkan masyarakat Desa Dolulolong tidak perlu emosional melihat suatu hal yang dianggap masalah, namun melihat rasionalitas masalah serta jangan mau diprovokasi.
“Sebenarnya jika pengerjaan jalan wisata lingkar Lohu terlaksana tanpa dihambat, yang menikmatinya juga masyarakat Dolulolong karena lebih mudah aksesnya untuk ke Lewoleba dan pengendara yang melintas juga dapat menikmati keindahan alam pantai serta dapat dimanfaatkan masyarakat sekitar untuk menangkap peluang ekonomi baru. Kita lihat saja beberapa waktu kedepan seperti apa endingnya” ujar Bupati Lembata.
Buntut dari perkara tersebut, Bupati Lembata secara pribadi telah melaporkan tindakan pencemaran nama baik dan tindakan pencegahan yang dilakukan oleh pihak Penggugat dalam perkara nomor8/PDT.G tersebut kepada dirinya ke Polda NTT dan saat ini sedang berproses.
Kuasa Hukum Yentji Sunur, Blasius Dogel Ledjap, SH kepada awak media mengatakan “Kami sedang mengkajidokumen-dokumen terhadap keterangan-keterangan di persidangan yang menyerang Pribadi Bupati Lembata, dan di PoldaNTT beberapa hari ini sedang berproses pemeriksaan para Saksi untuk selanjutnya didalami laporan atas pencemaran nama baik Eliaser Yentji Sunur”.
Blasius melanjutkan “Terkait pemberitaan di media massa dan media sosial (FB) beberapa waktu belakangan bahwaadanya skor imbang (draw) dari keputusan majelis hakim perlu diklarifikasi, bahwa dalam putusan hakim disebut NO atau gugatan tidak dapat diterima. Dengan kata lain tidak ada kasus. Kalau tidak ada kasus terus apa yang mau dikatakan imbang? Karena buktinya dalam Putusan Majelis hakim juga menghukum pihak Penggugat konvensi untuk membayar biaya perkara sebesar Rp. 2.897.000,-“ ujarnya.
Sementara itu Bupati Lembata mengatakan “Laporan pidana ke Polda NTT terkait pencemaran nama baik sayatetap berlanjut. Perlu dicatat bahwa tidak ada niat saya secara pribadi untuk menghukum masyarakat, namun hal inisebagai bentuk pelajaran kepada masyarakat agar kedepan jangan mudah terprovokasi oleh siapapun.
“Pihak kami sedang menggali informasi untuk mencaritahu oknum dibelakang yang menggerakan masyarakat karena diyakini bahwa masyarakat Dolulolongtidak akan melakukan tindakan tidak terpuji” ujarnya.  (Kris Kris)
Share:

Gugatan Reklamasi Pantai Balauring, Blasius Ledjab: Putusan NO Sama Dengan Gugatan Tidak Dapat Diterima, Bukan Draw

Lewoleba |vivatimur.com–Perjalanan panjang Sidang Gugatan antara masyarakat Dolulolong (Penggugat) Vs Eliaser Yentji Sunur (Tergugat) atas dugaan pelaksanaan “proyek siluman Pemerintah Kabupaten Lembata” reklamasi Pantai Balauring dan pengerjaan jalan wisata lintas Lohu yang diklaim berada dalam wilayah ulayat Desa Dolulolong, Kecamatan Omesuri, serta klaim para Penggugat bahwa proyek tersebut adalah milik pribadi Eliaser Yentji Sunur, telah diputuskan Pengadilan Negeri Lembata, Senin (06/08/2018) melalui Majelis Hakim dengan amar putusan Niet Ontvankelijkeverklaard (NO) atau gugatan tidak dapat diterima baik terhadap gugatan konvensi para penggugat maupun rekonvensi  tergugat, menerima Eksepsi tergugat, serta menolak Provisi para Penggugat untuk seluruhnya, termasuk pembebanan biaya perkara. 
Putusan perkara tersebut menjadi perhatian dan polemik di kalangan masyarakat, Pemerintah Kabupaten Lembata Pada jumad, (10/8) melakukanKonferensi Pers bertempat di Kuma Resort-Desa Waijarang, yang dihadiri para Awak Media, guna memberikan pemahaman yang tepat dan benar kepada masyarakat atas duduk perkara tersebut.
Bupati Lembata, Eliaser Yentji Sunur, ST yang didampingi Kuasa Hukumnya, Blasius Dogel Ledjap, SH; serta Asisten Administrasi Pemerintahan dan Kesra, Drs. Fransiskus Emi Langoday; Kabag Hukum dan HAM Setda, Yohanes Don Bosco, SH beserta beberapa pejabat eselon 2 lingkup Pemkab Lembata menyampaikan secara resmi keterangan Pemerintah Kabupaten Lembata terkait Perkara Perdata nomor : 8/PDT.G/2018/PN-LBT tertanggal 22 Mei 2018 lalu.
“Dengan penolakan provisi Penggugat untuk seluruhnya oleh Majelis Hakim maka Pemkab Lembata berpendapat bahwa segala tindakan yang secara tidak sah mengklaim objek sengketa sebagai hak ulayat serta upaya untuk menghentikan objek reklamasi merupakan tindakan melawan hukum”.
“Perlu dijelaskan kepada masyarakat bahwa Putusan Niet Ontvankelijkeverklaard  (NO) mengandung arti majelis hakim memandang  bahwa sebuah gugatan cacat secara formil”.
“Dalil-dalil mengenai hak ulayat  merupakan pokok perkara yang tidak menjadi putusan majelis hakim”.
“Reklamasi pantai Balauring merupakan program Pemerintah dengan memperhatikan aspirasi masyarakat”.
“Pemda sedang mempelajari  perbuatan-perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu, baik dalam persidangan maupun diluar persidangan, yang mana perbuatan tersebut menyesatkan informasi, mengganggu kegiatan pemerintah serta meresahkan/memprovokasi masyarakat”.
Menjawab pertanyaan Wartawan, Bupati Lembata mengatakan “Pemerintah tentunya tidak akan membuat rakyatnya menderita, sehingga diharapkan masyarakat Desa Dolulolong tidak perlu emosional melihat suatu hal yang dianggap masalah, namun melihat rasionalitas masalah serta jangan mau diprovokasi”.
“Sebenarnya jika pengerjaan jalan wisata lingkar Lohu terlaksana tanpa dihambat, yang menikmatinya juga masyarakat Dolulolong karena lebih mudah aksesnya untuk ke Lewoleba dan pengendara yang melintas juga dapat menikmati keindahan alam pantai serta dapat dimanfaatkan masyarakat sekitar untuk menangkap peluang ekonomi baru. Kita lihat saja beberapa waktu kedepan seperti apa endingnya” ujar Bupati Lembata.
Buntut dari perkara tersebut, Bupati Lembata secara pribadi telah melaporkan tindakan pencemaran nama baik dan tindakan pencegahan yang dilakukan oleh pihak Penggugat dalam perkara nomor 8/PDT.G tersebut kepada dirinya ke Polda NTT dan saat ini sedang berproses.
Kuasa Hukum Yentji Sunur, Blasius Dogel Ledjap, SH kepada awak media mengatakan “Kami sedang mengkaji dokumen-dokumen terhadap keterangan-keterangan di persidangan yang menyerang Pribadi Bupati Lembata, dan di PoldaNTT beberapa hari ini sedang berproses pemeriksaan para Saksi untuk selanjutnya didalami laporan atas pencemaran nama baik Eliaser Yentji Sunur”.
Blasius melanjutkan “Terkait pemberitaan di media massa dan media sosial (FB) beberapa waktu belakangan bahwa adanya skor imbang (draw) dari keputusan majelis hakim perlu  diklarifikasi, bahwa dalam putusan hakim disebut NO atau gugatan tidak dapat diterima. Dengan kata lain tidak ada kasus. Kalau tidak ada kasus terus apa yang mau dikatakan imbang? Karena buktinya dalam Putusan Majelis hakim juga menghukum pihak Penggugat konvensi untuk membayar biaya perkara sebesar Rp. 2.897.000,-“ ujarnya.
Sementara itu Bupati Lembata mengatakan “Laporan pidana ke Polda NTT terkait pencemaran nama baik saya tetap berlanjut. Perlu dicatat bahwa tidak ada niat saya secara pribadi untuk menghukum masyarakat, namun hal ini sebagai bentuk pelajaran kepada masyarakat agar kedepan jangan mudah terprovokasi oleh siapapun”.
Terkait putusan Sidang, pemerintah ingin menjelaskan beberapa hal kepada masyarakat sehingga masyarakat menjadi paham.
Pertama, putusan NO (Niet Ontvankelijkeverlaard) mengandung arti majelis hakim memandang sebuah gugatan cacat secara formil.
Kedua, dalil-dalil mengenai hak ulayat merupakan pokok perkara yang tidak menjadi putusan mejelis hakim.
Ketiga, reklamasi pantai Balauring merupakan program pemerintah dengan memperhatikan aspirasi masyarakat. “Ini bukan keinginan bupati tetapi sudah melalui musrenbang kecamatan dan sudah diusulkan kepada pemerintah daerah,” tandas Bupati Sunur, seraya menambahkan, pantai Balauring berpontesi abrasi sehingga pantai Balauring menjadi prioritas pembangunan.
Keempat, Pemerintah Daerah sedang mempelajari perbuatan-perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu baik dalam persidangan maupun di luar persidangan, yang mana perbuatan tersebut menyesatkan informasi, mengganggu pemerintahan serta meresahkan/memprovokasi masyarakat.
Untuk menjaga ketertiban dalam kehidupan bermasyarakat, Pemerintah Daerah menghimbau, baik kepada pihak-pihak yang terkait dalam perkara a duo maupun masyarakat umum, agar Tidak melakukan tindakan-tindakan sepihak yang tidak sah, yang dapat menimbulkan polemik atau konflik dalam masyarakat
Share:

Kamis, 12 Juli 2018

Nilai Hakim Tidak Bernyali, Kuasa Hukum Yentji Sunur: Kami Miliki Surat Penolakan Atas Hak Ulayat


LEWOLEBA, aksiterkini.com – Sidang gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) antara Masyarakat Adat Dolulolong melawan Eliaser Yentji Sunur dalam Perkara Nomor Register : 8/Pdt.G/2018/PN/LBT bakal seru. Kuasa hukum Eliaser Yentji Sunur (EYS) mulai bernyanyi. Selain menilai hakim tidak bernyali, kuasa hukum EYS juga mengklaim mengantongi surat penolakan warga atas pengakuan hak ulayat.

“Nyanyian” penasehat hukum EYS itu berawal dari sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Lewaleba, Selasa (5/6/2018). Ketika itu, EYS tidak hadir. Begitu pula ketua tim penasehat hukumnya, Meridian Dado, SH. Yang hadir hanya anggota tim penasehat hukum, Blasius Dogel Lejab, SH. Namun Blasius Dogel Ledjab tidak dapat beracara karena “diusir” keluar ruang sidang oleh majelis hakim, bersama Emanuel Belida Wahon, SH dari tim penasehat hukum Masyarakat Adat Dolulolong sebagai penggugat.

Kedua advokat muda Lembata ini disuruh keluar lantaran tidak dapat menunjukkan kartu advokat dan berita acara sumpah yang asli. Majelis hakim yang diketuai Yogi Dulhadi, SH, MH meminta keduanya kembali untuk melengkapi dokumen agar bisa memastikan tentang keabsahan keduanya sebagai pengacara.

Keduanya tidak melakukan protes. Mereka berdua meninggalkan ruang sidang dengan tenang. Namun, kepada media, Blasius Dogel Lejab justeru memandang “pengusiran” oleh hakim merupakan hal aneh dalam perkara perdata. Sebab, sebelum pengacara yang beracara sudah melakukan registrasi surat kuasa di Panitra dengan melampirkan Surat Kuasa, foto kopi Kartu Tanda Pengenal Advookat (KTPA) yang masih berlaku dan Berita Acara Sumpah (BAS) .
Menurut Blasius Dogel Ledjab, tidak ada aturan bagi pengacara untuk menujukkan Kartu Tanda Pengenal Advokat (KTPA) dan Berita Acara Sumpah (BAS) yang asli di muka hakim. “Hakim pun menyebutkan demikian, namun sepertinya majelis hakim tidak bernyali dan meminta sidang tersebut ditunda. Mungkin karena melihat ruang sidang dipenuhi pengunjung,” ungkap penasehat EYS ini

 Sebagai kuasa hukum EYS, dia mempertanyakan keabsahan legalitas Hak Ulayat Dolulolong yang saat ini menjadi pihak penggugat. Pasalnya, kata dia, sejak Lembata menjadi daerah otonomi, belum ada keputusan kepala daerah yang menetapkan suatu tempat/lokasi tertentu menjadi wilayah hak ulayat sekelompok masyarakat hukum adat.

Untuk mendapatkan pengakuan terhadap hak ulayat, papar dia, diatur dalam Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Tata Cara Penetapan Hak Komunal Atas Tanah Masyarakat Hukum Adat Dan Masyarakat Yang Berada Di Kawasan Tertentu. Pasal 5 ayat 1 Permen tersebut menyebutkan bahwa masyarakat hukum adat atau masyarakat yang berada di kawasan tertentu mengajukan permohonan kepada bupati/walikota atau gubernur.

Permohonan tersebut diajukan oleh kepala adat atau perwakilan masyarakat yang berada di kawasan tertentu dengan dilengkapi syarat-syarat antara lain: (1) Riwayat masarakat hukum adat/ riwayat tanahnya, apabila pemohonnya adalah masyarakat hukum adat, (2) riwayat penguasaan tanah paling kurang 10 tahun atau lebih secara berturut-turut, apabila pemohonnya berasal dari kawasan tertentu,(3) Foto kopi kartu identitas/ akta pendirian koperasi, unit bagian dari desa, atau kelompok masyarakat lainnnya, (4) Surat keterangan dari kepala desa atau nama lain yang serupa dengan itu.

Hingga saat ini, sambung Blasius, “Masyarakat
 Dolulolong belum pernah mengajukan hal tersebut kepada Pemerintah Kabupaten Lembata untuk mendapatkan penetapan pengakuan hak ulayat dari negara sebagaimana amanat pasal 2 permendagri No 52 Tahun 2014 yang menyebutkan bahwa gubernur dan bupati/walikota melakukan pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat, yang produknya dalam bentuk keputusan kepala daerah termuat dalam Permendagri No 52 tahun 2014 pasal 6 ayat 2”.

Berdasar peraturan itu, Blasius Dogel Ledjab menegaskan bahwa para penggugat tidak memiliki hak sebagai penggugat dan mengandung cacat formil error in persona dalam bentuk diskualifikasi in persona. Yaitu, pihak yang bertindak sebagai penggugat adalah orang yang tidak punya syarat untuk itu dan tentunya akan menjadi bahan pertimbangan majelis hakim dalam menjatuhkkan putusan terhadap perkara tersebut.

“Jika penggugat mengklaim memiliki surat keterangan pengakuan hak ulayat, yang ditandangani pemerintah desa dan mengetahui camat setempat, bagi kami, dokumen ini belum final dan prematur. Kami juga miliki surat penolakan dari warga setempat atas pengakuan hak ulayat. Tentunya akan kita uji bersama dalam persidangan,” tandas Blasius Dogel Ledjab.
Terkait perkara a quo subyek tergugat dalam gugatan, menurut Blasius, tidak jelas karena proyek tersebut menggunakan anggaran negara yang termuat dalam DIPA Kementerian Desa, Pembanguanan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Satuan Kerja Direktorat Jenderal Pembanguan Daerah Tertinggal Tahun Anggaran 2018 Nomor  067.06.1.350454/2018.

 Sehingga, menurut dia, seharusnya Kementerian Desa, dan Transmigrasi RI Satuan Kerja Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah Tertinggal dan PT. Mata Air Samudra Indonesia sebagai kontraktor pengerjaan Proyek, dan Pemerintah Kabupaten Lembata menjadi pihak tergugat, dan bukan EYS secara pribadi.(sius/fre)
Share: