MAAF MASIH DALAM PENGEMBANGAN

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by NewBloggerThemes.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by NewBloggerThemes.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by NewBloggerThemes.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by NewBloggerThemes.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by NewBloggerThemes.com.

Selasa, 31 Oktober 2017

Hukuman Bagi Pelaku Pencabulan Anak di Jontona

Blast D. Lejap, SH
Yogi Dulhadi, SH, MH, hakim tunggal dalam sidang perkara pidana pencabulan anak menjatuhkan putusan terhadap anak Umir ( nama samaran ) selama 2 tahun 3 bulan karena terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana pencabulan terhadap Mawar ( nama samaran ) sebagaimana diatur dan diancam pasal Pasal 82 Ayat (1) UU RI No.35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU RI No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo. UU RI No.11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Lebih lanjut Wakil Ketua Pengadilan Negeri Lembata tersebut dalam amar putusan menyebutkan bahwa selama 2 tahun terdakwa dibina di LP Anak di Kota kupang mengingat di Kabupaten Lembata tidak ada LP khusus anak, selain menjalankan masa pembinaan tersebut, terdakwa juga diharuskan menjalani pelatihan kerja dibalai latihan kerja selama 3 bulan.

Perlu diketahui bahwa selama persidangan tersebut cukup alot karena pada upaya damai ( diversi ) ditingkat penyidikan telah mencapai mufakat yaitu denda adat berupa satu batang Gading berukuran dua sarung sebagaimana di atur dalam Perdes Jontona. Meski keluarga pelaku telah menyerahkan denda adat namun keluarga korban tetap melanjutkan proses hukum kepada pelaku.

Blast D. Lejap, SH Penasehat Hukum terdakwa kepada media ini menyayangkan tindakan keluarga korban yang tidak mematuhi hasil kesepakatan antara kedua pihak dalam upaya diversi, yang mana dalam kesepakatan tersebut keluarga pelaku telah menyerahkan satu batang gading sebagai syarat kasus tersebut tidak dilanjutkan.

 " kami harap Gading tersebut dikembalikan kepada keluarga pelaku mengingat perkara tersebut diproses dipengadilan dan pelaku telah dihukum, apalagi dalam menjatuhkan putusan, hal tersebut tidak masuk dalam pertimbangan hakim" ujar Dogel kepada media ini.

Vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa karena pada sidang sebelumnya Jaksa Penuntut Umum, Widya Nugraha, SH menuntut 3 Tahun 6 Bulan.

Terhadap putusan tersebut Penasehat hukum menyatakan masih pikir-pikir untuk mengajukan banding.
Share:

Kamis, 12 Oktober 2017

Bruno Gorok Leher Kakaknya Sendiri di Desa Karangora, Kecamatan Atadei-Lembata

POS-KUPANG.COM, LEWOLEBA –
Saksi Maria Beni, saat diperiksa oleh Penyidik Pidum Polres Lembata, Brigpol Eny Tallan. Hadir pula penasehat hukum Blast D. Lejap, SH
Bruno Bawang Henakin (65), oknum warga Desa Karangoa, Kecamatan Atadei, Kabupaten Lembata, diduga tega menggorok leher Bernadus Tubu (70), kakaknya sendiri.
Atas tindakannya itu, Bruno telah diringkus dan dijebloskan ke sel  Mapolres Lembata.
Informasi yang dihimpun Pos-Kupang.comdi Polres Lembata, Senin (2/10/2017), menyebutkan, tindakan kriminal yang dilakukan Bruno itu terjadi pada Senin (18/9/2017) lalu. Tapi sampai saat ini polisi belum mengetahui motif di balik pembunuhan tersebut.
Pada Senin (2/10/2017) sekitar pukul 11.00 Wita, penyidik Polres Lembata sedang memeriksa Maria Beni, anak kandung korban, orang pertama yang menemukan jasad Leonardus Boli, Rabu (20/9/2017).
Dalam keterangannya, Maria menuturkan, hari itu ia ditelepon oleh pelaku dan menyampaikan bahwa orang tuanya, Bernadus Tubu sakit keras di kebun, sehingga diminta untuk segera diobati.
Atas telepon tersebut, dirinya pun langsung bergegas ke kebun, yang berjarak sekitar 3 kilometer dari Desa Karangora.
Ketika sampai di kebun, lanjut Maria, ia langsung masuk ke dalam pondok, tempat ayahnya berada.
Tapi betapa terkejutnya tatkala ia melihat ayahnya tidur dalam posisi tertelungkup di atas genangan darah yang telah mengering.
Melihat kondisi itu, tutur Maria, ia mendengar suara Bruno dari luar pondok dengan mengatakan,  jangan sentuh jasad korban sebelum polisi tiba di tempat itu.
“Jangan sentuh jenazah korban sampai polisi datang,” tutur Maria meniru ucapan pelaku.
Mendengar itu, dirinya pun menuruti saja ungkapan tersebut. Setelah itu ia pun langsung mengabarkan kepada warga di Desa Karangora bahwa ayahnya, Bernadus Tubu, ditemukan telah menjadi mayat di dalam pondoknya di kebun sekitar 3 km dari desa itu.
Ia juga mengungkapkan kejanggalan bahwa korban ditemukan dalam kondisi sangat memrihatinkan.
Tubuhnya berlumuran darah yang sudah mengering dan di bagian lehernya ada bekas gorok benda tajam.
Mata kanan korban juga tidak ditemukan di tempat kejadian perkara (TKP). Sementara pada mata kanan korban terdapat bekas sayatan benda tajam yang cukup rapi.
Kades Boli Diperiksa
Kepala Desa (Kades) Karangora, Leonardus Boli, menuturkan, dirinya telah dua kali dimintai keterangan oleh penyidik Polres Lembata terkait kasus tersebut.
“Saya sudah diperiksa satu kali, beberapa jam setelah korban ditemukan,” ujar Kades Boli.
Pemeriksaan pertama, lanjut dia, pada Rabu (20/9/2017). Pemeriksaan kedua, Senin (2/10/2017).
Dalam pemeriksaan itu, dirinya ditanya apakah pernah menyelesaikan masalah yang terjadi antara Bruno Bawang Henakin dan kakaknya Bernadus Tubu.
Pertanyaan itu diajukan polisi, ungkap Boli, lantaran polisi sedang mencari tahu motif di balik tindakan pelaku.
Pasalnya, Bruno tega menghabisi kakaknya, saat keduanya berada di kebun.
Boli menuturkan, pada Senin (18/9/2017) korban sedang menyiapkan kebun menyambut musim hujan yang sudah di ambang pintu.
Saat itu, korban tidak sendirian. Ia juga mengajak beberapa warga lainnya untuk membantunya membersihkan kebun tersebut.
Saat itu, mereka bekerja sambil minum tuak, sebagaimana lazimnya kebiasaan warga saat bekerja gotong royong.
Saat hari hampir malam, mereka pun bergegas pulang. Oknum pelaku juga sama-sama pulang, kecuali korban ingin bermalam di kebun dan tidur di pondok tersebut.
Dari informasi yang diketahuinya, tutur Boli, setelah pulang ke rumah masing-masing pada malam harinya, oknum pelaku tiba-tiba kembali lagi ke kebun.
“Malam itu, pelaku kembali lagi ke kebun, entah kenapa?” ujar Boli.
Dan, pada Rabu (20/9/2017) pagi, warga Desa Karangora heboh oleh informasi yang menyebutkan,  Bernadus Tubu (70) ditemukan telah meninggal dunia di kebun.
“Saya juga sudah diperiksa polisi terkait kasus ini,” ujarnya.
Ini Kasus Ketiga
Pada bagian lain, Kades Leonardus Boli menuturkan, kasus pidana pembunuhan di Desa Karangora itu merupakan peristiwa yang ketiga dalam 30 tahun terakhir.
“Ini kasus yang ketiga. Kasus pertama terjadi tahun 1997,” ujarnya.
Pada saat itu, tutur Kades Boli, Kosta Karang dibunuh oleh Tua, oknum warga desa itu, Kosta Karang dibunuh karena dituduh sebagai suanggi.
Sepuluh tahun berikutnya, tepatnya tahun 2007 silam, lanjut dia, kasus pembunuhan itu terjadi lagi.
Saat itu Petrus Nuban dibunuh oleh Kiwan Lako gara-gara mabuk minuman keras.
Dan, kasus ketiga adalah peristiwa yang terjadi pada Senin (18/9/2017), dimana Bruno Bawang Henakin (65) membunuh kakak kandungnya sendiri, Bernadus Tubu (70).
Kades Boli menuturkan, terhadap tiga kasus pidana tersebut, warga desa setempat juga bertanya-tanya. Pasalnya peristiwa kriminal itu selalu berulang setiap 10 tahun.
Atas kasus tersebut, katanya, tetua adat Desa Karangora juga ingin melakukan semacam ritual adat.
Karena sejak peristiwa pembunuhan pertama tahun 1997 sampai dengan kasus kedua pada tahun 2007 silam, hingga saat ini belum ada semacam ritual adat.
Oleh karena itu, katanya, warga ingin segera dilakukan ritual adat untuk mendinginkan kampung halaman. Warga juga khawatir, jangan sampai kejadian ini terulang kembali pada hari-hari mendatang, atau setidaknya pada 10 tahun ke depan.
Meski demikian, lanjut Kades Boli, pihaknya belum tahu apakah warga serius melakukan seremoni adat atau tidak. Tapi kemungkinan dilakukan seremoni itu sangat kuat karena warga tak ingin kasus seperti itu terulang lagi. (*)

Share: